Berasuransi Untung atau Buntung?

Beberapa waktu belakangan ini, ada postingan tulisan bahkan video yang menggambarkan keberatan nasabah terhadap perusahaan asuransi. 

Inti keberatannya, menuding perusahaan asuransi telah merugikan, bahkan lebih ekstrim lagi "mencuri" uang mereka. "Aku buntung. Setelah 10 tahun polisku, uangku ternyata hanya sekian, yang seharusnya sekian," teriaknya.

Sekilas jika awam yang membacanya akan langsung mengambil sikap menghakimi si asuransi, dan membela si "korban."

Tidak ada upaya, dan tidak sempat bagi awam itu untuk menelaah lebih jauh apa yang sebenarnya diperjanjikan dalam polis si pemrotes itu. Langsung saja masuk barisan mempersalahkan asuransi dan bahkan ikut-ikutan menuding asuransi penipu.

Betulkah asuransi itu pembuat nasabah buntung? Untuk menjawabnya, ada satu pendapat yang kubaca dari seseorang di medsos.

 "Berasuransi itu bukan mencari untung. Jangan pernah memikir keuntungan. Itu hanya memindahkan resiko. Asuransi gak mungkin salah. Jadi kalau berarusansi harus paham betul sebelum menandatangani kontrak (khusus untuk yg merasa rugi)."

Memindahkan resiko. Itu kata kuncinya. Berasuransi bukan menabung. Berasuransi bukan berinvestasi dalam arti sesungguhnya untuk mencari keuntungan. 

Jika dalam asuransi terutama yang Unit Link ada investasi tujuannya jelas sebagai ban serap apabila si nasabah ketiban tidak mampu bayar, sehingga nilai tunai yang sudah terbentuk itu bisa membayar preminya hingga polis tetap aktif. Dan proteksi tetap berlaku.

Saya sendiri, sebelum bergabung jadi agen di Prudential, punya pemikiran yang hampir mirip dengan si pemrotes itu. 

Saya menjadi nasabah Prudential selama 10 tahun dan tak pernah menggunakannya untuk berobat. Pernah 2 kali menarik nilai tunai. Tentu saver dan nilai tunai saya, tidak sebesar premi Rp 400 rb x 12 bulan x 10 tahun. Sebab saya berasuransi bukan menabung.

Di tahun ke 10 menjadi nasabah, saya kena Jantung Coroner dengan penyumbatan di 5 titik (99, 90, 90, 80 dan 70 %). Dokter Indonesia merekomendasikan saya untuk by pass dan dapat menggunakan BPJS.

Jika pakai BPJS, maka saya harus sabar menunggu jadual antrian operasi paling cepat 6 bulan. Dan saya tidak siap untuk dibelah dada. Sehingga memaksaku untuk second opinion ke Island Hospital Penang. Ternyata bisa pasang ring saja (angioplasty).

BPJS tidak berlaku di Penang, sehingga ketika pasang 1 ring yaitu penyumbatan yang paling besar 99% saya memakai kartu berobat Prudential. Dari Rp 78 Jt, Prudential bayar Rp 20 Jt saja dengan sistim reimbursh. Itu sesuai dengan kontrak polis saya. Apakah saya rugi? Tidak! 

Bulan berikutnya setelah up grade kartu berobat menjadi Kartu PPH Plus atau Kartu Hitam yang cover sesuai tagihan, kembali saya pasang 4 ring di RS yang sama. Biayanya Rp 230 Jt. Puji Tuhan, semua ditanggung Prudential. Cashless, bukan reimbursh.

Tidak itu saja. Setelah saya dinyatakan mengalami Penyakit Pembuluh Darah Lainnya (Sakit Kritis), saya dapat email dari Prudential yang menyatakan saya bebas dari kewajiban bayar Premi. Kuhitung Rp 3.5 Jt × 12 bln x 11 Tahun, sebesar Rp 420 Jt. Saya sangat sangat beruntung.

Demikian 3 bulan berikutnya saya harus kontrol ke RS yang sama, biaya puluhan juta dicover oleh prudential. 

Bahkan bulan Pebruari 2020 ketika kontrol kateterisasi jantung ditemukan lagi 1 sumbatan 70% dan langsung dipasang ring. Biayanya Rp 85 Jt ditanggung Prudential. Cashless dan lunas seketika. Saya untung.

Bulan September 2020, saya positif Corona dan dirawat 8 hari di RSBT Medan. Biayanya Rp 46 Juta. Dibayar oleh Prudential. Tidak itu saja. Ke rekeningku, beberapa hari setelah sembuh masuk uang Rp 8 Juta. Prudential memberi Santunan Covid Rp 1 Jt per hari selama dirawat. Saya sangat beruntung.

Dengan asuransi ini, saya terhindar dari resiko buntung. Prudential yang memanggulnya.

Ayo asuransikan diri dan keluarga anda, selagi sehat agar terhindar dari kebuntungan. Dan pasti beruntung!

Posting Komentar

0 Komentar